TUGAS
TERSTRUKTUR
“ANALISIS FINANSIAL PETERNAKAN AYAM PEDAGING (BROILER)”
MATA KULIAH EVALUASI PROYEK
Disusun Oleh:
Reki Irawan
C20111044
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
BAB
I
Pendahuluan
1.1. Latar
Belakang
Ayam peliharaan (Gallus gallus domesticus)
adalah unggas yang biasa dipelihara orang untuk
dimanfaatkan untuk keperluan hidup pemeliharanya. Ayam peliharaan merupakan
keturunan langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang
dikenal sebagai ayam hutan merah (Gallus
gallus) atau ayam bangkiwa (bankiva fowl). Kawin silang antarras
ayam telah menghasilkan ratusan galur unggul atau galur murni dengan
bermacam-macam fungsi; yang paling umum adalah ayam potong (untuk dipotong) dan
ayam petelur (untuk diambil telurnya). Ayam biasa dapat pula dikawin silang
dengan kerabat dekatnya, ayam hutan hijau, yang menghasilkan hibrida mandul yang
jantannya dikenal sebagai ayam bekisar.
Dengan populasi lebih dari 24 miliar
pada tahun 2003, Firefly's
Bird Encyclopaedia menyatakan
ada lebih banyak ayam di dunia ini daripada burung lainnya. Ayam memasok dua
sumber protein dalam pangan: daging ayam dan telur.
Perunggasan
termasuk subsektor yang penting dalam peternakan. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia sebagian besar berasal
dari unggas. Jika dibandingkan dengan protein nabati,kandungan asam amino dari
protein hewani lebih tinggi sehingga lebih bergizi. Secara tidak langsung
perunggasan ini membantu pembangunan kualitas bangsa karena dengan konsumsi
protein yang baik dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kecerdasan
seseorang.
Selain
berperan dalam pembangunan kualitas bangsa, perunggasan juga mampu menumbuhkan
ekonomi pedesaan karena sebagian besar peternakan berada di desa. Industri
perunggasan dapat menciptakan lapangan kerja yang besar sehingga pendapatan
masyarakat pedesaan juga meningkat.
Industri
perunggasan memberikan efek ganda yang sangat besar dalam sektor pertanian.
Karena hampir seluruh bahan baku pakan terdiri dari hasil pertanian seperti
jagung, dedak, bungkil kelapa sawit/kopra, tepung gaplek, dll. Menteri Pertanian
menyatakan bahwa peternakan adalah tulang-punggung pembangunan. Bahkan
akhir-akhir ini dikatakan bahwa peternakan (unggas) dapat digunakan sebagai
sarana untuk pengentasan kemiskinan (Desianto, 2010).
Peluang
tersebut disertai juga dengan kelebihan yang dimiliki ayam broiler ini
dibanding dengan ayam kampung ataupun ayam petelur. Kelebihan itu yakni
perputaran modal usaha ini cepat. Ayam broiler sudah dapat dijual ke pasar
setelah berumur 5-6 minggu dengan bobot kira-kira 2 kg. Dengan waktu yang cukup
singkat, usaha ini sudah dapat menghasilkan penerimaan.
Peluang
investasi agribisnis ayam broiler ini cukup menarik minat masyarakat untuk
membuka usaha ini. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyak dibangunnya usaha
ternak ayam broiler baik yang peternakan rakyat maupun perusahaan peternakan.
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik pada tahun 2010, diketahui bahwa
salah satu daerah di Sumatera Utara yang potensial dalam memproduksi ayam ras
pedaging adalah Kabupaten Deli Serdang. Populasi ayam ras pedaging di daerah
ini terus mengalami peningkatan dimana pada tahun 2007 ada sebanyak 69.700
ekor, tahun 2008 sebanyak 775.000 ekor, dan pada tahun 2009 sebanyak 963.000
ekor.
Meningkatnya
populasi ayam dari tahun ke tahun mencerminkan usaha peternakan ayam ras
pedaging ini telah berkembang dengan pesatnya. Kecamatan Tanjung Morawa
merupakan daerah di Kabupaten Deli Serdang yang memiliki usaha ayam ras
pedaging terbesar. Fenomena yang terjadi dalam usaha ternak ayam broiler secara
umum adalah bahwa disamping prospeknya yang cerah tetapi usaha ini juga
memerlukan biaya yang tinggi untuk tiap periode produksinya. Biaya yang paling
banyak adalah biaya pakan ternak. Karena itu diperlukan modal investasi yang
cukup besar.
Dengan
mengetahui adanya modal investasi yang cukup besar itu, perlu juga diketahui
besarnya tingkat keuntungan dari usaha ini. Dengan demikian dapat diketahui
layak atau tidaknya usaha ini. Analisis finansial akan memberikan gambaran
mengenai kelayakan usaha ini dengan adanya modal investasi yang besar.
Pengertian ayam broiler itu sendiri
memiliki banyak pengertian yang menurut para ahli sebagai berikut ini : Pengertian
Ayam Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa
ayam cornish dari Inggris dengan ayam white play mounth Rock dari Ameirka
(Sregar dan Sabrani, 1980).
Pengertian Ayam Broiler Menurut Anggorodi
(1985) Ayam broiler adalah ayam pedaging yang dipelihara hingga 6 sampai 13
minggu dengan bobot hidup dapat mencapai 1,5 kg pada umur 6 minggu.
Ayam broiler merupakan ternak yang paling
efisien menghasilkan daging dibandingkan ayam yang lain. Ayam ini mempunyai
sifat antara lain ukuran badan besar penuh daging yang berlemak, bergerak
lambat serta pertumbuhan badannya cepat (Suroprawiro, 1980) dengan daging yang
dihasilkan bertekstur halus, lembut dan empuk ( Siregar at al, 1980) Rasyaf
(1994) menyatakan bahwa pemeliharaan broiler terbagi dalam dua periode
pemeliharaan akhir (Dinishe), periode pemeliharaan awal ini dimulai dari umur
satu sampai tiga minggu dan periode pemeliharana akhir adalah setalah umur
lebih dari 3 minggu.
Pengertian Ayam Broiler adalah istilah
yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang
memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai
penghasil daging dengan konversi pakan rendah dan siap dipotong pada usia yang
relatif muda. Pada umumnya broiler ini siap panen pada usia 28-45 hari dengan
berat badan 1,2-1,9 kg/ekor (Priyatno, 2000). Menurut Haberman (1956 ) Broiler
adalah ternak ayam yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain
.Keceptan produksi daging ayam broiler mempunyai kelebihan .Dalam waktu relatif
cepat dan singkat daging ayam bisa segera di peroleh , dipasarkan atau di
komsumsi paling lama usia potong 12 minggu . Menurut Winter dan Funk (1960)
Broiler adalah ternak ayam yang cepat pertumbuhanya ,ekonomis dalam pengolahan
,sehingga bisa memberi kepuasan konsumen.
1.2.
Rumusan
Masalah
1. Menganalisis
Finansial Usaha Peternakan Ayam Pedaging (Broiler)
2. Menganalisis
kelayakan usaha peternakan ayam broiler ditinjau dari aspek finansial?
3. Menganalisis
sensitivitas usaha peternakan rakyat ayam broiler terhadap kemungkinan
terjadinya perubahan harga input dan harga output?
1.3.
Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di
atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk
Menganalisis Finansial Usaha Peternakan Ayam Pedaging (Broiler)
2. Untuk
Menganalisis kelayakan usaha peternakan ayam broiler ditinjau dari aspek finansial?
3. Menganalisis
sensitivitas usaha peternakan rakyat ayam broiler terhadap kemungkinan
terjadinya perubahan harga input dan harga output?
1.4.
Kegunaan
Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna
dan bermanfaat bagi :
1. Pengusaha : sebagai bahan informasi tentang
analisis usaha bagi pihak yang membutuhkan dalam mengembangkan usaha peternakan
ayam ras pedaging.
2. Investor
: sebagai pertimbangan saat mengambil keputusan dalam menanamkan modal
(investasi) terhadap usaha peternakan ayam broiler.
3. Pemerintah dan lembaga terkait : sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan atau kebijakan yang berkaitan dengan usaha peternakan
ayam ras pedaging.
4. Penulis
: untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat pada saat kuliah dan menganalisa
keadaan peternakan ayam broiler.
5. Mahasiswa : sebagai bahan studi, referensi,
dan perbandingan antara teori yang didapat mahasiswa di bangku kuliah dengan
praktek/ penelitian di lapangan.
BAB II
Tinjauan
Pustaka
2.1.
Usaha Ternak Ayam Ras
Pedaging (Broiler)
Usaha ayam Pedaging Broiler dimulai usia ayam satu hari sejak ditetaskan dan mulai dipelihara maka itulah yang
disebut awal masa produksi atau hari pertama produksi. Kemudian
perjalanan produksi tujuh hari ke muka maka itulah yang disebut satu minggu
produksi. Apabila minggu produksi itu dijalankan dalam kurun waktu 5 atau 6 kali
minggu produksi atau kurang lebih 35 hingga 42 hari maka itulah yang dinamakan
masa produksi. Pada masa ini ayam sudah siap dijual karena ayam sudah mencapai
bobot tubuh yang ideal untuk dipanen. Bila kegiatan ini diulang-ulang maka tiap
kali masa produksi dinamakan satu masa produksi. Antara satu masa produksi
dengan satu masa produksi berikut ada masa kosong selama dua minggu, artinya
selama dua minggu kandang yang bersangkutan dikosongkan. Adapun tujuan dari
pengosongan ini adalah untuk memutuskan siklus penyakit produksi sebelumnya ke
masa produksi berikutnya ( Rasyaf, 1995 ).
Kandang sebaiknya dipersiapkan sehari sebelum bibit ayam
didatangkan. Apabila kandang dibangun dengan sistem litter, terpal
diletakkan pada seluruh lantai kemudian gabah padi disebarkan di atasnya dan
disiapkan pula terpal atau sambungan karung-karung untuk menutup rapat dinding
kandang. Ini bertujuan agar kandang tetap hangat. Kemudian pakan disiapkan
untuk ternak.
Kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan sehingga
energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan. Kepadatan
kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2.
Apabila kepadatannya lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat
terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun,
ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang
penyakit (Anonimous, 2008).
Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan tanpa harus
terpengaruh oleh jumlah ayam yang ada di kandang. Misalnya; gaji pegawai
bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain.
Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh jumlah produksi
ayam pedaging yang dipelihara. Semakin banyak ayam maka akan semakin besar pula
biaya variabel ini secara total. Misalnya biaya untuk makanan, biaya
pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian, dan lain-lain (Rasyaf, 1995).
Peternakan unggas tidak memerlukan tenaga kerja yang
terlalu banyak. Hal ini disebabkan oleh sifat kerja di peternakan unggas ini
hanya sibuk sewaktu-waktu saja dengan frekuensi yang tetap dan monoton pula.
Untuk satu pria dewasa mampu menangani ayam pedaging secara manual sebanyak
1500-2000 ekor sekaligus bahkan untuk yang berpengalaman kerja di peternakan
dapat mencapai 2500-3000 ekor (Rasyaf, 1995).
Tenaga kerja di peternakan mempunyai dua klasifikasi. Yang
pertama tenaga kerja kasar yang statusnya harian. Mereka ini bertugas menangani
pekerjaan-pekerjaan fisik nonteknis, seperti : membawa karung ransum, membawa
peralatan, membersihkan rerumputan, persiapan kandang baru, dan lain-lain.
Kemudian yang kedua tenaga kerja tetap yang terdiri atas pekerja kandang atau
yang sering disebut dengan anak kandang dan staf produksi maupun staf
administrasi(Rasyaf, 1995).
Panen biasanya dilakukan 5-6 kali selama satu tahun.
Setelah panen, kandang dibiarkan selama tiga hari menunggu sampai kotoran
ternak kering. Setelah itu kandang tadi dibersihkan dan kotoran dikumpulkan
dalam karung-karung bekas pakan. Kotoran-kotoran tersebut dapat dijual kepada
petani untuk dijadikan pupuk.
Penerimaan
dalam suatu usaha peternakan terdiri dari :
a. Hasil produksi utama berupa penjualan ayam pedaging, baik itu hidup
maupun dalam bentuk karkas. Bila ada kelebihan setelah dikurangi semua biaya
maka itulah keuntungan yang dapat diperoleh, sebaliknya jika hasil penjualan
lebih kecil dari seluruh biaya maka akan terjadi kerugian.
b. Hasil menjual kotoran ayam atau alas litter yang laku dijual
kepada petani sayur-sayuran atau petani palawija lainnya. Hasil penjualan ini
cukup lumayan sebab alas litter bercampur dengan kotoran ayam ini memang
dapat digunakan untuk pupuk organis yang menyuburkan tanaman, khususnya
sayur-mayur dan buah-buahan (Rasyaf, 1995).
Akhir dari masa pemeliharaan ayam broiler akan bermuara
pada pemasaran. Tahap pemasaran ini tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan
suatu usaha. Pemasaran yang baik adalah yang tepat waktu, memakan waktu yang
sesingkat-singkatnya dan dengan harga jual yang relatif tinggi.
Tanpa pemasaran yang baik, ayam dapat tertunda penjualannya
dan terjadi pemborosan dalam penggunaan pakan. Kejadian harga jatuh karena
kelebihan produksi adalah cermin ketidakberesan dalam pemasaran. Sebaliknya
dengan pemasaran yang baik, seorang peternak dapat mendapatkan hasil usahanya
dengan optimal (Suharno, 1997).
Para peternak biasanya tidak langsung menjual ayamnya ke
pasar atau memotong sendiri, melainkan menjualnya ke perusahaan inti ataupun
kelompok peternak. Perusahaan inti ataupun kelompok peternak ini berfungsi sebagai
pengumpul. Mereka yang akan memasarkan ayam ke pangkalan ayam. Tempat ini
umumnya berada di pasar tradisional atau dekat dengan pasar tradisional
(Suharno, 1997).
2.2.
Landasan Toeri
Dalam analisa proyek, tujuan-tujuan analisa harus disertai
dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala
sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan
sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap
manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a.
Biaya modal merupakan dana untuk
investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti : tanah, bangunan,
pabrik, dan mesin.
b.
Biaya operasional atau modal kerja
merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan,
seperti: biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.
c.
Biaya lainnya, seperti: pajak,
bunga, dan pinjaman.
Investasi merupakan penanaman modal dalam suatu kegiatan
yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha.
Investasi dilakukan dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk membeli
aset-aset yang dibutuhkan proyek tersebut. Aset-aset ini biasanya berupa aset
tetap yang dibutuhkan perusahaan mulai dari pendirian sampai dapat
dioperasikan. Oleh karena itu dalam melakukan investasi dikenal biaya investasi
yang terdiri dari biaya pra investasi seperti biaya pembuatan izin usaha; biaya
pembelian aktiva tetap seperti tanah,bangunan, peralatan; dan biaya operasional
seperti upah karyawan, bahan baku,biaya listrik dan lain-lain (Kasmir dan Jakfar,
2003).
Kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas
dasar besarnya laba finansial yang diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak
jika memberikan keuntungan finansial, sebaliknya kegiatan usaha dikatakan tidak
layak apabila usaha tersebut tidak memberikan keuntungan finansial (Kasmir dan
Jakfar,2003).
Penyusutan atau depresiasi adalah pengalokasian biaya
investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek
tersebut, demi menjamin agar angka biaya operasi yang dimasukkan dalam neraca
rugi-laba tahunan benar-benar mencerminkan adanya biaya modal itu. Akan tetapi,
sesungguhnya penyusutan itu tidak merupakan pengeluaran biaya riil, sebab yang
betul-betul merupakan pengeluaran biaya adalah investasi semula, atau jika
investasi proyek itu dibiayai dengan pinjaman terikat, maka yang dianggap
sebagai biaya adalah arus pelunasan kredit (angsuran) beserta bunganya pada
waktu kedua arus itu betul-betul dilaksanakan (Khotimah, dkk , 2002).
Tingkat
kelayakan suatu usaha dapat dinilai dengan menggunakan kriteria-kriteria
investasi. Ada tiga kriteria investasi yang biasa dipakai yakni :
a. Net Present Value dari Arus Benefit dan Biaya (NPV)
b. Internal Rate of Return (IRR)
c. Net Benefit-Cost ratio (Net B/C)
Setiap kriteria tadi dipakai untuk menentukan diterima
tidaknya suatu usul proyek, kadang-kadang dipakai untuk memberikan urutan
(rangking) berbagai usul investasi menurut tingkat keuntungan masing-masing
(Kadariah dkk, 1999). Nett
Present Value merupakan selisih antara present value dari benefit
dan present value dari biaya. Menurut Gittinger (1986), suatu usaha
dinyatakan layak jika NPV > 0. Jika NPV = 0, berarti usaha tersebut tidak
untung maupun rugi. Jika NPV < 0 , maka usaha tersebut merugikan sehingga
lebih baik tidak dilaksanakan. Untuk menghitung NPV, terlebih dahulu dihitung present
value kas bersihnya yang dihitung dari arus kas perusahaan selama umur
investasi tersebut.
Analisis NPV sangat penting dilakukan terutama untuk usaha
yang sifatnya jangka panjang sehingga mempertimbangkan nilai uang oleh waktu.
Suatu investasi yang ditanamkan dengan selang waktu tertentu, maka uang yang
ditanam itu jumlahnya akan membesar pada saat uang itu diambil pada akhir
selang penanaman. Hal ini menunjukkan bahwa waktu dan suku bunga berpengaruh
terhadap jumlah yang diterima pada akhir selang waktu dari hasil penanaman
awal. Suku bunga diadakan untuk menyesuaikan nilai uang yang ditanamkan pada
awal selang waktu tertentu dengan nilai setelah penanaman. Dengan demikian,
sejumlah uang pada saat ini tidak sama nilainya dengan uang pada jumlah yang
sama jika dimiliki pada saat yang akan datang (Khotimah, dkk , 2002).
Internal Rate of Return adalah discount
rate yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas
masuk dan nilai investasi usaha. Dengan kata lain, IRR adalah discount rate yang
menghasilkan NPV sama dengan nol. Jika biaya modal suatu usaha lebih besar dari
IRR, maka NPV menjadi negatif, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk
diambil ( Kasmir dan Jakfar, 2003).
Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat
rata-rata keuntungan internal tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi
dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga
maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu
investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga
yang berlaku (discount rate) dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil
dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk
dilaksanakan.
Net
Benefit-Cost ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara present
value manfaat dengan present value biaya. Dengan demikian benefit
cost ratio menunjukkan manfaat yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah
pengeluaran. Net B/C akan menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakan jika
mempunyai Net B/C > 1. Apabila Net B/C = 1, maka usaha tersebut tidak untung
dan tidak rugi, sehingga terserah kepada penilai pengambil keputusan
dilaksanakan atau tidak. Apabila Net B/C < 1 maka usaha tersebut merugikan
sehingga lebih baik tidak dilaksanakan (Gittinger, 1986).
BAB
III
Hasil dan
Pembahasan
3.1. Analisis Kelayakan Finansial Ayam
Pedaging (Broiler)
Analisis
finansial adalah menentukan kelayakan dalam usaha peternakan ayam broiler,
yaitu dengan menghitung arus biaya dan arus penerimaan. Analisis Finansial
dalam usaha peternakan ayam pedaging (Broiler) menggunakan kreteria penilaian
investasi yaitu Net Present Value (NPV), Benfit Cost Ratio (BCR), dan Internal
Rate of Return (IRR).
Tingkat
suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu tingkat
suku bunga DF (i=15%), dan tingkat suku bunga DF (i=70%).
Tabel
Analisis Kelayakan Finansial dengan Tingkat Suku Bunga Df (i=15%) dan Tingkat
Suku Bunga Df (70%)
Uraian
|
NPV (Rp)
|
BCR
|
IRR
|
Pay Back
|
DF (i=15%)
|
46252172
|
1.7
|
52.40
|
2 Bulan
|
DF (i=75%)
|
-21770982
|
1
|
- 0.67
|
-
|
Analisis kelayakan finansial menunjukkan
penghitungan NPV tahun 0 s/d tahun ke 5 dengan menggunakan tingkat suku bunga
DF (i=15%) memberikan hasil yang positf yaitu menerima keuntungan sebesar Rp
46252172 ( NPV>0 ) dan BCR 1.7. Nilai BCR ini berarti setiap penambahan Rp
1.00 pengeluaran pada saat itu akan menghasilkan manfaat Rp 1.7. Tingkat
pengembalian internal (IRR) sebesar 52.40% (IRR>0) menunjukan bahwa Usaha Ayam Pedaging
(Broiler) mampu mengembalikan modal
pinjman sampai tingkat bunga maksimum sebesar 52.40%. Nilai IRR lebih besar
dari tingkat suku bunga. Berdasarkan kriteria kelayakan finansial tersebut,
menunjukan bahwa usaha peternakan Ayam Pedaging (Broiler) layak untuk
dilasanakan dan dikembangkan.
Sedangkan jika pada tingkat suku bunga DF (70%)
memberikan hasil negatif, yaitu: memberikan kerugian sebesar RP -21770982 (
NPV<0 ) dan BCR 1. Tingkar suku bunga IRR -0.67% (IRR<0) menunjukan bahwa
nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga, sehingga tidak mampu
mengembalikan modal pinjaman dengan tingkat auku bunga 70%. Berdasarkan
kriteria kelayakan finansial tersebut, menunjukan bahwa usaha peternakan Ayam
Pedaging (Broiler) pada tingkat suku bunga 70% tidak layak untuk dilasanakan.
3.2.
Analisis
Senstivitas
Dalam analisis usaha banyak menggunakan beberapa asumsi,
sehingga dalam perhitungan penerimaan dan pengeluaran mengandung
ketidakpastian. Salah satu metode untuk menelaah kembali kelayakan finansial usaha
yaitu dengan adanya perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah dengan analisis
sensitivitas. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah usaha pada
kondisi peningkatan biaya 5% dan kondisi
penurunan benefit 10%.
Tabel
Analisis Sensitivitas Usaha Peternakan Ayam Pedaging (Broiler)
Uraian
|
NPV
(i=15%)
|
BCR
(i=15%)
|
IRR
|
Kondisi
Normal
|
46252172
|
1,7
|
52.40
|
Peningkatan
Harga 5%
|
-214439
|
0.97
|
14.90
|
Penurunan
Benefi 10%
|
-51306268
|
0.27
|
-0.23
|
Hasil analisis menunjukan bahwa usaha peternakan
ayam pedaging (Broiler) rentan terhadap perubahan harga. Analisis kelayakan
finansial pada kondisi peningkatan biaya 5% menunjukkan penghitungan NPV tahun
0 s/d 5 dengan menggunakan tingkat suku bunga DF (i=15%) memberikan hasil
negatif dan memberikan kerugian sebesar
Rp-214439 (NPV<0) dan BCR 0.9. Nilai BCR ini berarti setiap penambahan Rp
1,00,- pengeluaran pada saat itu akan menghasilkan manfaat Rp 0.9. Tingkat pengembalian internal (IRR) sebesar
14.90% menunjukan bahwa Usaha Ayam Pedaging (Broiler) hanya mampu mengembalikan
modal pinjman sampai tingkat bunga maksimum sebesar 14.90%. Nilai IRR lebih
kecil dari tingkat suku bunga (DF), sehingga tidak mampu mengembalikan pinjaman
dengan suku bunga 15%. Berdasarkan kriteria kelayakan finansial tersebut,
menunjukan bahwa usaha peternakan Ayam Pedaging (Broiler) sangat peka terhadap
peningkatan biaya dalam pengunaan tingkat suku bunga 15%. Peningkatan biaya 5%
sudah menyebabkan nilai NPV usaha tersebut menjadi negatif.
Hasil analisis menunjukan bahwa usaha peternakan
ayam pedaging (Broiler) rentan terhadap penurunan benefit. Analisis kelayakan
finansial pada peda kondisi penurunan benefit
10% menunjukkan penghitungan NPV tahun 0 s/d 5 dengan menggunakan
tingkat suku bunga DF (i=15%) memberikan hasil negatif dan memberikan kerugian sebesar Rp -51306268 (NPV<0) dan BCR 0.27.
Nilai BCR ini berarti setiap penambahan Rp 1,00,- pengeluaran pada saat itu
hanya mampu menghasilkan manfaat Rp 0.27.
Tingkat pengembalian internal (IRR) sebesar -0.23% (IRR<0) dan nilai
IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga 15%. Berdasarkan kriteria kelayakan
finansial tersebut, menunjukan bahwa Usaha Peternakan Ayam Pedaging (Broiler)
sangat peka terhadap penurunan benefit dalam pengunaan tingkat suku bunga 15%.
Penurunan benefit 10% sudah menyebabkan nilai NPV usaha tersebut menjadi
negatif.
BAB
IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan perhitungan analisis kelayakan
finansial Usaha peternakan ayam broiler di atas maka dapat di ambil kesimpulan
:
-
Hasil analisis menunjukkan hasil yang
positif dimana pengusaha akan menerima
keuntungan sebesar Rp 46252172. Pada table tingkat pengembalian internal (IRR)
menunjukan bahwa tingkat pengembalian modal peminjaman Usaha Ayam Pedaging
(Broiler) sampai pada tingkat bunga
maksimum yaitu sebesar 52.40%. hal ini ditunjukan pula pada perbandingan nilai
IRR lebih besar dari tingkat suku bunga DF (i=15%) IRR>DF.
-
Hasil dari analisis finansial kriteria
kelayakan di atas, menunjukan bahwa usaha peternakan Ayam Pedaging (Broiler)
layak untuk dilasanakan dan dikembangkan. Tingkat omset yang menjanjikan
ditunjukan pada perhitungan analisis di atas.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad,G dkk.
2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usaha Ternak Ayam Potong pada
Skala Usaha Kecil. Laporan Penelitian Universitas Hassanudin. Makassar.
Anonimous. 2003a. IMF Lakukan
Konspirasi Hancurkan Peternakan RI. http://www.deptan.go.id/event/pedpelkegnak. (diakses November 2013)
Anonimous. 2008b. Ayam
Pedaging (Broiler).
Anonymous. 2010c. Usaha
Ternak Ayam Ras Pedaging.
Gittinger,
P. 1986. Evaluasi Proyek. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Ibrahim,
Yacob. 1998. Studi Kelayakan Bisnis. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Kadariah dkk.
1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Kasmir dan
Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Penerbit Kencana Prenada
Media. Jakarta.
Khotimah,
Khusnul,dkk. Evaluasi Proyek dan Perencanaan Usaha.
Ghalia
Indonesia. Malang.
Priyatno.
2000. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M.
1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Gramedia Pustaka
Utama. Bogor.
Rasyaf, M.
2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rizqan.
2010. Analisis Finansial dan KeuntunganUsaha Ternak Ayam Pedaging di Kota
Palu. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
http://en.wikipedia.org/wiki/Net_present_value
(diakses November 2013)