Selasa, 21 Januari 2014


TUGAS TERSTRUKTUR
“ANALISIS FINANSIAL PETERNAKAN AYAM PEDAGING (BROILER)”
MATA KULIAH  EVALUASI PROYEK


Disusun Oleh:

Reki Irawan
C20111044






FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014


BAB I
Pendahuluan

 1.1.      Latar Belakang
Ayam peliharaan (Gallus gallus domesticus) adalah unggas yang biasa dipelihara orang untuk dimanfaatkan untuk keperluan hidup pemeliharanya. Ayam peliharaan merupakan keturunan langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang dikenal sebagai ayam hutan merah (Gallus gallus) atau ayam bangkiwa (bankiva fowl). Kawin silang antarras ayam telah menghasilkan ratusan galur unggul atau galur murni dengan bermacam-macam fungsi; yang paling umum adalah ayam potong (untuk dipotong) dan ayam petelur (untuk diambil telurnya). Ayam biasa dapat pula dikawin silang dengan kerabat dekatnya, ayam hutan hijau, yang menghasilkan hibrida mandul yang jantannya dikenal sebagai ayam bekisar.
Dengan populasi lebih dari 24 miliar pada tahun 2003, Firefly's Bird Encyclopaedia menyatakan ada lebih banyak ayam di dunia ini daripada burung lainnya. Ayam memasok dua sumber protein dalam pangan: daging ayam dan telur.
Perunggasan termasuk subsektor yang penting dalam peternakan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia sebagian besar berasal dari unggas. Jika dibandingkan dengan protein nabati,kandungan asam amino dari protein hewani lebih tinggi sehingga lebih bergizi. Secara tidak langsung perunggasan ini membantu pembangunan kualitas bangsa karena dengan konsumsi protein yang baik dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kecerdasan seseorang.
Selain berperan dalam pembangunan kualitas bangsa, perunggasan juga mampu menumbuhkan ekonomi pedesaan karena sebagian besar peternakan berada di desa. Industri perunggasan dapat menciptakan lapangan kerja yang besar sehingga pendapatan masyarakat pedesaan juga meningkat.
Industri perunggasan memberikan efek ganda yang sangat besar dalam sektor pertanian. Karena hampir seluruh bahan baku pakan terdiri dari hasil pertanian seperti jagung, dedak, bungkil kelapa sawit/kopra, tepung gaplek, dll. Menteri Pertanian menyatakan bahwa peternakan adalah tulang-punggung pembangunan. Bahkan akhir-akhir ini dikatakan bahwa peternakan (unggas) dapat digunakan sebagai sarana untuk pengentasan kemiskinan (Desianto, 2010).
Peluang tersebut disertai juga dengan kelebihan yang dimiliki ayam broiler ini dibanding dengan ayam kampung ataupun ayam petelur. Kelebihan itu yakni perputaran modal usaha ini cepat. Ayam broiler sudah dapat dijual ke pasar setelah berumur 5-6 minggu dengan bobot kira-kira 2 kg. Dengan waktu yang cukup singkat, usaha ini sudah dapat menghasilkan penerimaan.
Peluang investasi agribisnis ayam broiler ini cukup menarik minat masyarakat untuk membuka usaha ini. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyak dibangunnya usaha ternak ayam broiler baik yang peternakan rakyat maupun perusahaan peternakan. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik pada tahun 2010, diketahui bahwa salah satu daerah di Sumatera Utara yang potensial dalam memproduksi ayam ras pedaging adalah Kabupaten Deli Serdang. Populasi ayam ras pedaging di daerah ini terus mengalami peningkatan dimana pada tahun 2007 ada sebanyak 69.700 ekor, tahun 2008 sebanyak 775.000 ekor, dan pada tahun 2009 sebanyak 963.000 ekor.
Meningkatnya populasi ayam dari tahun ke tahun mencerminkan usaha peternakan ayam ras pedaging ini telah berkembang dengan pesatnya. Kecamatan Tanjung Morawa merupakan daerah di Kabupaten Deli Serdang yang memiliki usaha ayam ras pedaging terbesar. Fenomena yang terjadi dalam usaha ternak ayam broiler secara umum adalah bahwa disamping prospeknya yang cerah tetapi usaha ini juga memerlukan biaya yang tinggi untuk tiap periode produksinya. Biaya yang paling banyak adalah biaya pakan ternak. Karena itu diperlukan modal investasi yang cukup besar.
Dengan mengetahui adanya modal investasi yang cukup besar itu, perlu juga diketahui besarnya tingkat keuntungan dari usaha ini. Dengan demikian dapat diketahui layak atau tidaknya usaha ini. Analisis finansial akan memberikan gambaran mengenai kelayakan usaha ini dengan adanya modal investasi yang besar.
Pengertian ayam broiler itu sendiri memiliki banyak pengertian yang menurut para ahli sebagai berikut ini : Pengertian Ayam Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam cornish dari Inggris dengan ayam white play mounth Rock dari Ameirka (Sregar dan Sabrani, 1980).
Pengertian Ayam Broiler Menurut Anggorodi (1985) Ayam broiler adalah ayam pedaging yang dipelihara hingga 6 sampai 13 minggu dengan bobot hidup dapat mencapai 1,5 kg pada umur 6 minggu.
Ayam broiler merupakan ternak yang paling efisien menghasilkan daging dibandingkan ayam yang lain. Ayam ini mempunyai sifat antara lain ukuran badan besar penuh daging yang berlemak, bergerak lambat serta pertumbuhan badannya cepat (Suroprawiro, 1980) dengan daging yang dihasilkan bertekstur halus, lembut dan empuk ( Siregar at al, 1980) Rasyaf (1994) menyatakan bahwa pemeliharaan broiler terbagi dalam dua periode pemeliharaan akhir (Dinishe), periode pemeliharaan awal ini dimulai dari umur satu sampai tiga minggu dan periode pemeliharana akhir adalah setalah umur lebih dari 3 minggu.
Pengertian Ayam Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging dengan konversi pakan rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada umumnya broiler ini siap panen pada usia 28-45 hari dengan berat badan 1,2-1,9 kg/ekor (Priyatno, 2000). Menurut Haberman (1956 ) Broiler adalah ternak ayam yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain .Keceptan produksi daging ayam broiler mempunyai kelebihan .Dalam waktu relatif cepat dan singkat daging ayam bisa segera di peroleh , dipasarkan atau di komsumsi paling lama usia potong 12 minggu . Menurut Winter dan Funk (1960) Broiler adalah ternak ayam yang cepat pertumbuhanya ,ekonomis dalam pengolahan ,sehingga bisa memberi kepuasan konsumen.

 1.2.      Rumusan Masalah
1.      Menganalisis Finansial Usaha Peternakan Ayam Pedaging (Broiler)
2.      Menganalisis kelayakan usaha peternakan ayam broiler ditinjau dari aspek   finansial?
3.      Menganalisis sensitivitas usaha peternakan rakyat ayam broiler terhadap kemungkinan terjadinya perubahan harga input dan harga output?


 1.3.      Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1.      Untuk Menganalisis Finansial Usaha Peternakan Ayam Pedaging (Broiler)
2.      Untuk Menganalisis kelayakan usaha peternakan ayam broiler ditinjau dari aspek   finansial?
3.      Menganalisis sensitivitas usaha peternakan rakyat ayam broiler terhadap kemungkinan terjadinya perubahan harga input dan harga output?

 1.4.      Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat  bagi  :
1.      Pengusaha : sebagai bahan informasi tentang analisis usaha bagi pihak yang membutuhkan dalam mengembangkan usaha peternakan ayam ras pedaging.
2.      Investor : sebagai pertimbangan saat mengambil keputusan dalam menanamkan modal (investasi) terhadap usaha peternakan ayam broiler.
3.      Pemerintah dan lembaga terkait : sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan yang berkaitan dengan usaha peternakan ayam ras pedaging.
4.      Penulis : untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat pada saat kuliah dan menganalisa keadaan peternakan  ayam broiler.
5.      Mahasiswa : sebagai bahan studi, referensi, dan perbandingan antara teori yang didapat mahasiswa di bangku kuliah dengan praktek/ penelitian di lapangan.



BAB II
Tinjauan Pustaka

 2.1.      Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging (Broiler)
Usaha ayam Pedaging Broiler dimulai usia ayam satu hari sejak ditetaskan dan mulai dipelihara maka itulah yang disebut awal masa produksi atau hari pertama produksi. Kemudian perjalanan produksi tujuh hari ke muka maka itulah yang disebut satu minggu produksi. Apabila minggu produksi itu dijalankan dalam kurun waktu 5 atau 6 kali minggu produksi atau kurang lebih 35 hingga 42 hari maka itulah yang dinamakan masa produksi. Pada masa ini ayam sudah siap dijual karena ayam sudah mencapai bobot tubuh yang ideal untuk dipanen. Bila kegiatan ini diulang-ulang maka tiap kali masa produksi dinamakan satu masa produksi. Antara satu masa produksi dengan satu masa produksi berikut ada masa kosong selama dua minggu, artinya selama dua minggu kandang yang bersangkutan dikosongkan. Adapun tujuan dari pengosongan ini adalah untuk memutuskan siklus penyakit produksi sebelumnya ke masa produksi berikutnya ( Rasyaf, 1995 ).
Kandang sebaiknya dipersiapkan sehari sebelum bibit ayam didatangkan. Apabila kandang dibangun dengan sistem litter, terpal diletakkan pada seluruh lantai kemudian gabah padi disebarkan di atasnya dan disiapkan pula terpal atau sambungan karung-karung untuk menutup rapat dinding kandang. Ini bertujuan agar kandang tetap hangat. Kemudian pakan disiapkan untuk ternak.
Kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2. Apabila kepadatannya lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit (Anonimous, 2008).
Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan tanpa harus terpengaruh oleh jumlah ayam yang ada di kandang. Misalnya; gaji pegawai bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh jumlah produksi ayam pedaging yang dipelihara. Semakin banyak ayam maka akan semakin besar pula biaya variabel ini secara total. Misalnya biaya untuk makanan, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian, dan lain-lain (Rasyaf, 1995).
Peternakan unggas tidak memerlukan tenaga kerja yang terlalu banyak. Hal ini disebabkan oleh sifat kerja di peternakan unggas ini hanya sibuk sewaktu-waktu saja dengan frekuensi yang tetap dan monoton pula. Untuk satu pria dewasa mampu menangani ayam pedaging secara manual sebanyak 1500-2000 ekor sekaligus bahkan untuk yang berpengalaman kerja di peternakan dapat mencapai 2500-3000 ekor (Rasyaf, 1995).
Tenaga kerja di peternakan mempunyai dua klasifikasi. Yang pertama tenaga kerja kasar yang statusnya harian. Mereka ini bertugas menangani pekerjaan-pekerjaan fisik nonteknis, seperti : membawa karung ransum, membawa peralatan, membersihkan rerumputan, persiapan kandang baru, dan lain-lain. Kemudian yang kedua tenaga kerja tetap yang terdiri atas pekerja kandang atau yang sering disebut dengan anak kandang dan staf produksi maupun staf administrasi(Rasyaf, 1995).
Panen biasanya dilakukan 5-6 kali selama satu tahun. Setelah panen, kandang dibiarkan selama tiga hari menunggu sampai kotoran ternak kering. Setelah itu kandang tadi dibersihkan dan kotoran dikumpulkan dalam karung-karung bekas pakan. Kotoran-kotoran tersebut dapat dijual kepada petani untuk dijadikan pupuk.
Penerimaan dalam suatu usaha peternakan terdiri dari :
a.       Hasil produksi utama berupa penjualan ayam pedaging, baik itu hidup maupun dalam bentuk karkas. Bila ada kelebihan setelah dikurangi semua biaya maka itulah keuntungan yang dapat diperoleh, sebaliknya jika hasil penjualan lebih kecil dari seluruh biaya maka akan terjadi kerugian.
b.      Hasil menjual kotoran ayam atau alas litter yang laku dijual kepada petani sayur-sayuran atau petani palawija lainnya. Hasil penjualan ini cukup lumayan sebab alas litter bercampur dengan kotoran ayam ini memang dapat digunakan untuk pupuk organis yang menyuburkan tanaman, khususnya sayur-mayur dan buah-buahan (Rasyaf, 1995).
Akhir dari masa pemeliharaan ayam broiler akan bermuara pada pemasaran. Tahap pemasaran ini tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan suatu usaha. Pemasaran yang baik adalah yang tepat waktu, memakan waktu yang sesingkat-singkatnya dan dengan harga jual yang relatif tinggi.
Tanpa pemasaran yang baik, ayam dapat tertunda penjualannya dan terjadi pemborosan dalam penggunaan pakan. Kejadian harga jatuh karena kelebihan produksi adalah cermin ketidakberesan dalam pemasaran. Sebaliknya dengan pemasaran yang baik, seorang peternak dapat mendapatkan hasil usahanya dengan optimal (Suharno, 1997).
Para peternak biasanya tidak langsung menjual ayamnya ke pasar atau memotong sendiri, melainkan menjualnya ke perusahaan inti ataupun kelompok peternak. Perusahaan inti ataupun kelompok peternak ini berfungsi sebagai pengumpul. Mereka yang akan memasarkan ayam ke pangkalan ayam. Tempat ini umumnya berada di pasar tradisional atau dekat dengan pasar tradisional (Suharno, 1997).
                                                        
 2.2.      Landasan Toeri
Dalam analisa proyek, tujuan-tujuan analisa harus disertai dengan definisi biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.       Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti : tanah, bangunan, pabrik, dan mesin.
b.      Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti: biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.
c.       Biaya lainnya, seperti: pajak, bunga, dan pinjaman.
Investasi merupakan penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha. Investasi dilakukan dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk membeli aset-aset yang dibutuhkan proyek tersebut. Aset-aset ini biasanya berupa aset tetap yang dibutuhkan perusahaan mulai dari pendirian sampai dapat dioperasikan. Oleh karena itu dalam melakukan investasi dikenal biaya investasi yang terdiri dari biaya pra investasi seperti biaya pembuatan izin usaha; biaya pembelian aktiva tetap seperti tanah,bangunan, peralatan; dan biaya operasional seperti upah karyawan, bahan baku,biaya listrik dan lain-lain (Kasmir dan Jakfar, 2003).
Kelayakan dari suatu kegiatan usaha diperhitungkan atas dasar besarnya laba finansial yang diharapkan. Kegiatan usaha dikatakan layak jika memberikan keuntungan finansial, sebaliknya kegiatan usaha dikatakan tidak layak apabila usaha tersebut tidak memberikan keuntungan finansial (Kasmir dan Jakfar,2003).
Penyusutan atau depresiasi adalah pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek tersebut, demi menjamin agar angka biaya operasi yang dimasukkan dalam neraca rugi-laba tahunan benar-benar mencerminkan adanya biaya modal itu. Akan tetapi, sesungguhnya penyusutan itu tidak merupakan pengeluaran biaya riil, sebab yang betul-betul merupakan pengeluaran biaya adalah investasi semula, atau jika investasi proyek itu dibiayai dengan pinjaman terikat, maka yang dianggap sebagai biaya adalah arus pelunasan kredit (angsuran) beserta bunganya pada waktu kedua arus itu betul-betul dilaksanakan (Khotimah, dkk , 2002).
Tingkat kelayakan suatu usaha dapat dinilai dengan menggunakan kriteria-kriteria investasi. Ada tiga kriteria investasi yang biasa dipakai yakni :
a.       Net Present Value dari Arus Benefit dan Biaya (NPV)
b.      Internal Rate of Return (IRR)
c.       Net Benefit-Cost ratio (Net B/C)
Setiap kriteria tadi dipakai untuk menentukan diterima tidaknya suatu usul proyek, kadang-kadang dipakai untuk memberikan urutan (rangking) berbagai usul investasi menurut tingkat keuntungan masing-masing (Kadariah dkk, 1999).  Nett Present Value merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya. Menurut Gittinger (1986), suatu usaha dinyatakan layak jika NPV > 0. Jika NPV = 0, berarti usaha tersebut tidak untung maupun rugi. Jika NPV < 0 , maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan. Untuk menghitung NPV, terlebih dahulu dihitung present value kas bersihnya yang dihitung dari arus kas perusahaan selama umur investasi tersebut.
Analisis NPV sangat penting dilakukan terutama untuk usaha yang sifatnya jangka panjang sehingga mempertimbangkan nilai uang oleh waktu. Suatu investasi yang ditanamkan dengan selang waktu tertentu, maka uang yang ditanam itu jumlahnya akan membesar pada saat uang itu diambil pada akhir selang penanaman. Hal ini menunjukkan bahwa waktu dan suku bunga berpengaruh terhadap jumlah yang diterima pada akhir selang waktu dari hasil penanaman awal. Suku bunga diadakan untuk menyesuaikan nilai uang yang ditanamkan pada awal selang waktu tertentu dengan nilai setelah penanaman. Dengan demikian, sejumlah uang pada saat ini tidak sama nilainya dengan uang pada jumlah yang sama jika dimiliki pada saat yang akan datang (Khotimah, dkk , 2002).
Internal Rate of Return adalah discount rate yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas masuk dan nilai investasi usaha. Dengan kata lain, IRR adalah discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Jika biaya modal suatu usaha lebih besar dari IRR, maka NPV menjadi negatif, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk diambil ( Kasmir dan Jakfar, 2003).
Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan internal tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku (discount rate) dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
Net Benefit-Cost ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara present value manfaat dengan present value biaya. Dengan demikian benefit cost ratio menunjukkan manfaat yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran. Net B/C akan menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakan jika mempunyai Net B/C > 1. Apabila Net B/C = 1, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi, sehingga terserah kepada penilai pengambil keputusan dilaksanakan atau tidak. Apabila Net B/C < 1 maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan (Gittinger, 1986).





BAB III
Hasil dan Pembahasan

 3.1.      Analisis Kelayakan Finansial Ayam Pedaging (Broiler)
Analisis finansial adalah menentukan kelayakan dalam usaha peternakan ayam broiler, yaitu dengan menghitung arus biaya dan arus penerimaan. Analisis Finansial dalam usaha peternakan ayam pedaging (Broiler) menggunakan kreteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Benfit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR).
Tingkat suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu tingkat suku bunga DF (i=15%), dan tingkat suku bunga DF (i=70%).
Tabel Analisis Kelayakan Finansial dengan Tingkat Suku Bunga Df (i=15%) dan Tingkat Suku Bunga Df (70%)
Uraian
NPV (Rp)
BCR
IRR
Pay Back
DF (i=15%)
46252172
1.7
52.40
2 Bulan
DF (i=75%)
-21770982
1
-  0.67
-

Analisis kelayakan finansial menunjukkan penghitungan NPV tahun 0 s/d tahun ke 5 dengan menggunakan tingkat suku bunga DF (i=15%) memberikan hasil yang positf yaitu menerima keuntungan sebesar Rp 46252172 ( NPV>0 ) dan BCR 1.7. Nilai BCR ini berarti setiap penambahan Rp 1.00 pengeluaran pada saat itu akan menghasilkan manfaat Rp 1.7. Tingkat pengembalian internal (IRR) sebesar 52.40% (IRR>0)  menunjukan bahwa Usaha Ayam Pedaging (Broiler)  mampu mengembalikan modal pinjman sampai tingkat bunga maksimum sebesar 52.40%. Nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga. Berdasarkan kriteria kelayakan finansial tersebut, menunjukan bahwa usaha peternakan Ayam Pedaging (Broiler) layak untuk dilasanakan dan dikembangkan.
Sedangkan jika pada tingkat suku bunga DF (70%) memberikan hasil negatif, yaitu: memberikan kerugian sebesar RP -21770982 ( NPV<0 ) dan BCR 1. Tingkar suku bunga IRR -0.67% (IRR<0) menunjukan bahwa nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga, sehingga tidak mampu mengembalikan modal pinjaman dengan tingkat auku bunga 70%. Berdasarkan kriteria kelayakan finansial tersebut, menunjukan bahwa usaha peternakan Ayam Pedaging (Broiler) pada tingkat suku bunga 70% tidak layak untuk dilasanakan.

 3.2.      Analisis Senstivitas
Dalam analisis usaha banyak menggunakan beberapa asumsi, sehingga dalam perhitungan penerimaan dan pengeluaran mengandung ketidakpastian. Salah satu metode untuk menelaah kembali kelayakan finansial usaha yaitu dengan adanya perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah dengan analisis sensitivitas. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah usaha pada kondisi peningkatan biaya  5% dan kondisi penurunan benefit 10%.

Tabel Analisis Sensitivitas Usaha Peternakan Ayam Pedaging (Broiler)
Uraian
NPV (i=15%)
BCR (i=15%)
IRR
Kondisi Normal
46252172
1,7
52.40
Peningkatan Harga 5%
-214439
0.97
14.90
Penurunan Benefi 10%
-51306268
0.27
-0.23

Hasil analisis menunjukan bahwa usaha peternakan ayam pedaging (Broiler) rentan terhadap perubahan harga. Analisis kelayakan finansial pada kondisi peningkatan biaya 5% menunjukkan penghitungan NPV tahun 0 s/d 5 dengan menggunakan tingkat suku bunga DF (i=15%) memberikan hasil negatif dan  memberikan kerugian sebesar Rp-214439 (NPV<0) dan BCR 0.9. Nilai BCR ini berarti setiap penambahan Rp 1,00,- pengeluaran pada saat itu akan menghasilkan manfaat Rp 0.9.  Tingkat pengembalian internal (IRR) sebesar 14.90% menunjukan bahwa Usaha Ayam Pedaging (Broiler) hanya mampu mengembalikan modal pinjman sampai tingkat bunga maksimum sebesar 14.90%. Nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga (DF), sehingga tidak mampu mengembalikan pinjaman dengan suku bunga 15%. Berdasarkan kriteria kelayakan finansial tersebut, menunjukan bahwa usaha peternakan Ayam Pedaging (Broiler) sangat peka terhadap peningkatan biaya dalam pengunaan tingkat suku bunga 15%. Peningkatan biaya 5% sudah menyebabkan nilai NPV usaha tersebut menjadi negatif.

Hasil analisis menunjukan bahwa usaha peternakan ayam pedaging (Broiler) rentan terhadap penurunan benefit. Analisis kelayakan finansial pada peda kondisi penurunan benefit  10% menunjukkan penghitungan NPV tahun 0 s/d 5 dengan menggunakan tingkat suku bunga DF (i=15%) memberikan hasil negatif dan  memberikan kerugian sebesar     Rp -51306268 (NPV<0) dan BCR 0.27. Nilai BCR ini berarti setiap penambahan Rp 1,00,- pengeluaran pada saat itu hanya mampu menghasilkan manfaat Rp 0.27.  Tingkat pengembalian internal (IRR) sebesar -0.23% (IRR<0) dan nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga 15%. Berdasarkan kriteria kelayakan finansial tersebut, menunjukan bahwa Usaha Peternakan Ayam Pedaging (Broiler) sangat peka terhadap penurunan benefit dalam pengunaan tingkat suku bunga 15%. Penurunan benefit 10% sudah menyebabkan nilai NPV usaha tersebut menjadi negatif.














BAB IV
PENUTUP

 4.1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan analisis kelayakan finansial Usaha peternakan ayam broiler di atas maka dapat di ambil kesimpulan :

-          Hasil analisis menunjukkan hasil yang positif dimana pengusaha akan  menerima keuntungan sebesar Rp 46252172. Pada table tingkat pengembalian internal (IRR) menunjukan bahwa tingkat pengembalian modal peminjaman Usaha Ayam Pedaging (Broiler)  sampai pada tingkat bunga maksimum yaitu sebesar 52.40%. hal ini ditunjukan pula pada perbandingan nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga DF (i=15%) IRR>DF.
-          Hasil dari analisis finansial kriteria kelayakan di atas, menunjukan bahwa usaha peternakan Ayam Pedaging (Broiler) layak untuk dilasanakan dan dikembangkan. Tingkat omset yang menjanjikan ditunjukan pada perhitungan analisis di atas.



DAFTAR PUSTAKA

Achmad,G dkk. 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usaha Ternak Ayam Potong pada Skala Usaha Kecil. Laporan Penelitian Universitas Hassanudin. Makassar.
Anonimous. 2003a. IMF Lakukan Konspirasi Hancurkan Peternakan RI. http://www.deptan.go.id/event/pedpelkegnak.  (diakses November 2013)
Anonimous. 2008b. Ayam Pedaging (Broiler).
http://teknisbudidaya.blogspot.com/. (diakses November 2013)
Anonymous. 2010c. Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging.
http://www.mitraunggas.com/. (diakses November 2013)
Gittinger, P. 1986. Evaluasi Proyek. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Ibrahim, Yacob. 1998. Studi Kelayakan Bisnis. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Kadariah dkk. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Penerbit Kencana Prenada Media. Jakarta.
Khotimah, Khusnul,dkk. Evaluasi Proyek dan Perencanaan Usaha.
Ghalia Indonesia. Malang.
Priyatno. 2000. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Gramedia Pustaka Utama. Bogor.
Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rizqan. 2010. Analisis Finansial dan KeuntunganUsaha Ternak Ayam Pedaging di Kota Palu. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar